Terlantarkan Pekerja Ilegal, Tekong, ABK dan Pemilik Speed Boad Ditangkap Polisi

oleh -530 views
oleh
Usai konferensi ketiga tersangka (baju orange) digiring petugas kembali ke sel tahanan.

InformasiJurnalis.com, Batam – Sebanyak 11 orang korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) Ilegal yang ditelantarkan oleh pengurusnya di Pantai Tanjung Bemban, Nongsa Kota Batam, berhasil diselamatkan oleh Ditreskrimum Polda Kepri.

Hal ini disampaikan oleh Wadir Reskrimum Polda Kepri AKBP Ruslan Abdul Rasyid SIK pada saat Konferensi Pers di Polda Kepri pada Jumat 21 Februari 2020.

Turut hadir dalam Konferensi Pers tersebut Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri dan Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Kepri.

“Setelah menemukan 11 korban PMI Ilegal tersebut pada Selasa tanggal 18 Februari 2020 esoknya pada Rabu tanggal 19 Februari 2020, Tim Subdit IV Ditreskrimum melakukan penyelidikan dan mencari keterangan dari kesebelas korban tersebut hingga berhasil menangkap dan mengamankan para tersangka yang diduga pemilik, Nakhoda dan ABK Kapal yang digunakan sebagai sarana transportasi dari Malaysia ke Pantai Tanjung Bemban, Nongsa Kota Batam, selanjutnya para terangka dibawa ke Kantor Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata Wadir Reskrimum Polda Kepri.

Lanjut Wadir Reskrimum menerangkan, modus operandi yang dilakukan oleh tersangka adalah menempatkan PMI secara ilegal dengan cara melakukan pengurusan serta menyediakan sarana akomodasi berupa kapal laut untuk kepulangan para PMI ilegal dari Malaysia hingga tiba di Kota Batam dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yakni mendapatkan bayaran yang diperoleh dari hasil mengurus proses keberangkatan PMI secara ilegal yang masuk kembali ke indonesia tanpa melalui jalur kepulangan ataupun pelabuhan yang resmi.

Untuk tersangkanya berjumlah 3 orang dengan inisial K sebagai pemilik Speed Boat, inisial A sebagai Nakhoda atau tekong dan inisial J sebagai ABK.

Dari para tersangka diamankan barang bukti berupa 2 buah unit Handphone dan 1 unit Speed Boat Fiber bermesin 200 PK.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kata Wadir Reskrimum, para tersangka dijerat dengan pasal 120 jo pasal 114  Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 2017 tentang keimigrasian dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 1,5 miliar (Ril)