Jakarta, lnformasijurnalis – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konfrensi pers penahanan dua tersangka dugaan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permungkiman Kota Banjar tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dan dugaan kasus penerimaan gratifikasi.
Dimana kasus tersebut berawal dari laporan masyarakat yang kemudian dilakukan pengumpulan data berupa informasi maupun keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud oleh Tim KPK, Selanjutnya KPK mengambil tindakan lanjutan dengan melakukan penyelidikan sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara tersebut pada tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,
Dua tersangka, yaitu Wali Kota Banjar, Jawa Barat periode 2003-2008 dan 2008-2013 Herman Sutrisno (HS) dan Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta/Direktur CV Prima.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri dalam konfrensi persnya menyampaikan bahwa Konstruksi perkara, diduga telah terjadi, Tsk RW sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Tsk HS selaku Walikota Banjar periode 2008 sampai dengan 2013.
“Sebagai wujud kedekatan tersebut, diduga sejak awal telah ada peran aktif dari HS
diantaranya dengan memberikan kemudahan bagi RW untuk mendapatkan izin usaha,
jaminan lelang dan rekomendasi pinjaman bank, sehingga RW bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Banjar,” Ucap Ali Fikri saat menyampaikan keteranganya yang diterima media ini, kamis (23/12/2021).
Ali menyebutkan, Antara tahun 2012 sampai dengan 2014, RW dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp23, 7 Miliar dan sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh HS. maka RW memberikan fee proyek antara 5 % sampai dengan 8 % dari nilai proyek untuk HS.tersebut.
“Pada sekitar Juli 2013, HS diduga memerintahkan RW melakukan peminjaman uang kesalah satu Bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 Miliar yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi HS dan keluarganya sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban RW,” Ucap Ali Fikri.
Ali menjelaskan, RW juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada HS dan keluarganya, diantaranya tanah dan bangunan untuk pendirian SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) di Kota Banjar. Selain itu RW juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh HS.
“Selama masa kepemimpinan HS sebagai Walikota Banjar dari tahun 2008 sampai dengan 2013 diduga pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemerintahan Kota Banjar. Sehingga Saat ini Tim Penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud tersebut,” jelas Ali Fikri.
Sementara itu kata Ali Fikri, Atas perbuatan, para Tersangka disangkakan melanggar pasal, yakni RW, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“HS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Ali Fikri.
Dalam proses penyidikan perkara ini, Tim Penyidik telah memeriksa sekitar 127 saksi dan untuk memaksimalkan pemberkasan perkara, Tim Penyidik melakukan upaya paksa
penahanan pada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 23 Desember 2021 sampai dengan 11 Januari 2022.
“Sementara penahanan RW di Rutan KPK Kavling C1 dan HS di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Untuk selalu hati-hati dan mengantisipasi penyebaran Covid 19 dilingkungan Rutan KPK, para Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan dimaksud,” katanya.
Dalam kasus tersebut Ali menyayangkan masih terjadinya praktik kongkalikong antara Kepala Daerah dan pelaku bisnis melalui berbagai modus korupsi untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya.
“Seorang Kepala Daerah sudah sepantasnya menjadi teladan dalam menciptakan
pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntable melalui pembangunan yang memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakatnya,” terang Ali Fikri.
Ali menegaskan, Demikian halnya, pelaku usaha sebagai partner pembangunan, seharusnya berkomitmen untuk memegang teguh prinsip-prinsip bisnis yang berintegritas guna menciptakan iklim bisnis yang sehat demi mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
“Oleh karenanya kami berpesan, upaya pemberantasan korupsi butuh komitmen yang sungguh-sungguh dan upaya nyata oleh semua pihak, baik Pemerintah, pelaku usaha,
maupun seluruh elemen masyarakat. Karena ikhtiar pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama,” katanya (*)
Rosjihan Halid.