INFORMASIJURNALIS.COM (Batam) ratusan mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa mendatangi gedung DPRD kota batam, Senin (12/10/2020)
Dalam aksi unjuk rasa yang di gelar oleh mahasiswa tersebut, bahwa pihaknya menolak UU omnibus law cipta kerja, mengapa ia menolak UU omnibus law tersebut, sebab menurut dia UU sangat merugikan dan menyensarakan bagi buruh dan mahasiswa baik maupun masyarakat.
“Terkait Pengesahan UU cipta kerja dipercepat semula diwajibkan pada delapan Oktober 2020, tetapi kemudian disahkan menjadi UU pada senin (5/10/2020) sore di tengah masa pandemi Covid-19.
Konon katanya, UU cipta kerja akan mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejah tera dan berkeadilan,” Ucap sekretaris PKC PMII. Riau kepri, Tengku Apri Hasibuan. saat menyampaikan pendapatnya kepada ketua DPRD kota Batam.
Masih kata dia, UU cipta kerja itu sama sekali tidak mengatur perihal terkait badan penyelenggaraan perumahan, progran pemerintah soal perumahan rakyat lewat program tabung perumahan (tapera) yang mana iuran untuk jaminan perumahan tersebut di potong dari gaji pekerja tersebut,” ujarnya.
Jadi kata dia, mengapa kami menolak UU cipata kerja, sebab UU cipta kerja tidak pro terhadap rakyat kecil, baik buruh dan petani serta nelayan.
“Begitu juga kami meminta kepada presiden agar UU cipta kerja di pasal 161 sampai 174 menjadi pertimbangan presiden untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah penggati UU Perpu. Karena sangat merugikan buruh,” Ucapnya lagi.
Foto ketua DPRD kota Batam bersama mahasiswa di ruang rapat serba guna.
Sementara itu, RUU cipta kerja omnibus law, mencerminkan aorogansi terutama karena mengabaikan dasar pembentukan hukum sebagaimana di amanatkan oleh pasal 20 UUD republik indonesia ( RI ) tahun 1945.
Jadi RUU cipta kerja omnibus law Secara sejarah ia perupakan UU yang penuh negosiasi kepentingan di amerika serikat, digunakan untuk meloloskan UU yang dapat berfungsi menghindari goverment Shutdown tersebut,” jelasnya.
“Jadi mengapa kami kecewa karena DPRD dan pemerintah tidak pekak, terhadap kesengsaraan rakyat di tengah pandemic vovid-19 tersebut, dan sama sekali tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan covid-19,
justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat, tetapi justru membuat regulasi yang menguntukangkan para ivestor dan pengusaha. Jadi beberapa pasal yang dinilai akan merugikan buruh pekerja adalah pasal 88 hurup B dan penghapusan pasal 91 di UU ketenaga kerjaan itu,” katanya (*)
Rosjihan Halid