Batam, lnformasijurnalis – Komisi l DPRD Kota Batam Menggelar rapat dengara pendapat umum (RDPU) bersama PT Lautan Terang, Selasa (28/9/2021).
Rapat yang digelar di ruang rapat Komisi l tersebut terkait pengalokasian lahan yang ada di kampuang Tua RT 01 RW 02 Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota, Kota Batam.
Adapun yang hadir dalam Rapat RDPU tersebut yakni, Dir Pengelolaan Pertanahan BP Batam,
Dinas Pertanahan Batam, Ka Badan Pertanahan Nasional Batam,
Camat Batam Kota, Lurah Belian,
Pimp PT Lautan Terang, Perwakilan Warga Masyarakat.
Dimana lahan Kampung Tua seluas 4,7 hektar tersebut dialokasikan kepada PT Lautan Terang, oleh BP Batam, setelah itu tanah tersebut disita oleh Kejaksaan, sebab tahan tersebut merupakan dugaan hasil korupsi.
Ketua komisi l DPRD Kota Batam Budi Mardiyanto dalam rapat RDP bersama pihak perusahaan tersebut bahwa pihaknya mengatakan, Terkait permasalahan masyarakat, oleh karenanya itu permohonan dari warga masyarakat melalui RT dan RW untuk meminta rapat dengar pendapat supay dia difasilitasi,
“jadi berbagai pihak tadi sudah hadir menyampaikan pendapatnya. Jadi terkait masyarakat yang ada di kampung Belian yang nota benenya bahwa lahan tersebut sudah dialokasikan kepada PT Lautan Terang. Nah jadi kita sudah mendengar ternyata PT Lautan Terang, melalui PT dinformasikan bahwa lahan tersebut mendapatkan sebuah atensi dari kejaksaan, bahwa lahan tersebut disita untuk Negara,” Ucap Budi Mardiyanto saat diwawancarai media di ruang rapat komisi l DPRD Kota Batam.
Budi mengatakan, Nah, jadi yang menyampaikan permasalahan tersebut kan tadi dari pihak BP Batam, jadi sebagaimana amanah undang-undang, maka BP lah yang di berikan wewenang untuk mengalokasikan lahan.
“kan pemahamannya seperti ini, jadi BP itu bukan pemerintah, tetapi pemerintah, pemko itu bukan pemerintah, tetapi pemerintah. Tetapi kejaksaan ini mengatakan bahwa lahat tersebut disita untuk Negara, artinya disita untuk Negara tetapi bukan sendirinya lahan tersebut di kembalikan lagi kepada BP Batam oo tidak,” katanya.
Jadi kata Budi, kalau disita untuk negara iya untuk negara, bukan dikembalikan ke BP lagi, tetapi kaitanya dengan hukum atau kelanjutanya, jadi itu terpulang kepada pihak perusahaan itu sendiri. dan masih ada tahapan selanjutnya yang bisa diupayakan hukum.
“jadi hukum itu kan terbuka jadi silahkan. Namun ini kaitanya dengan masyarakat, jadi dengan sendirinya perusahaan itu sendiri kalau tidak ada setatus hukumnya yang ingkrah, maka perusahaan itu harus berhenti dalam melakukan kegiatan,” Jelas Budi.
Budi menjelaskan, kalau memang dia ingin melaksanakan sebagaimana yang diamanahkan dalam alokasi oleh BP pada saat dia membangun, jadi disatu sisi lahan tersebut di lapangan ternyata kan sudah ada kegiatan masyarakat yang di sampaikan tada bahwa sudah ada dia mengatakan bahwa dia itu membeli, dan lain sebagainya.
“Nah ini juga ruang, bagaiman untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan masalah yang harus tau aturan kan begitu. bahkan Dia menanyakan masalah legalitas, tetapi di satu sisi dia melakukan kegiatan tidak memiliki izin,” Ujar Budi.
jadi kata Budi, ini perlu pihaknya sampaikan juga, jangan juga membeli sesuatu dan membeli lahan tetapi tidak tau bahwa lahan itu benar atau tidak, sah atau tidak, tetapi ini juga bagian dari pihaknya memberi informasi kepada masyarakat, supaya masyarakat itu cerdas,” katanya (*)
Rosjihan Halid.